SENGKOL. BACABERITATODAY. Pada hari sabtu, 30/12/ 2017. Komunitas Kembangkomak yang bergerak dibidang literasi dan Komunitas Molluca Pictu...
SENGKOL. BACABERITATODAY. Pada hari sabtu, 30/12/ 2017. Komunitas Kembangkomak yang bergerak dibidang literasi dan Komunitas Molluca Picture yang bergerak di bidang video art, kembali menggelar forum diskusi “Mukaddimah Dialog Kebudayan” dengan mengangkat tema” Transisi Budaya”.
Dalam forum diskusi yang diselenggaakan di Dusun Adat Ende, Desa Sengkol. Lalu Saladin selaku pemangku adat setempat yang menjadi pembicara dalam diskusi, menekankan betapa pentingnya khazanah kebudyaan itu dipelihara dengan baik. Karena nilai-nilai kearifan budaya lokal, sebagai daya dukung utama kawasan wisata merupakan aset paling besar yang berpotensi menarik minat para wisatawan untuk berkunjung.
“Saya pernah mendapatkan sebuah pelatihan dari Kementrian Pariwisata, bahwa suksesnya pariwisata itu didukung oleh enam puluh persen budaya, tiga puluh lima persen alam, dan lima persen itu adalah buatan manusia”. Ungkap Lalu Saladin.
Selanjutnya, guna untuk menyikapi kontak budaya yang tidak terhindarkan dengan para wisatawan yang datang berkunjung. Lalu Saladin, menghimbau kepada forum, terutama generasi muda untuk tidak cepat terpengaruh dengan kebudayaan wisatawan yang memiliki pretensi destruktif bagi eksistensi Budaya Sasak. Seperti misalnya cara berpakain dan tingkah laku wisatawan yang sekiranya tidak sesuai dengan adat istiadat Suku Sasak.
Lalu Saladin, menjelaskan seumpama kebudayaan masyarakat Suku Sasak itu tercerabut dari akarnya, punah atau ketahanan budaya masyarakat Suku Sasak merapuh maka Dunia Pariwisata Lombok kemungkinan akan mengalami kemunduran. Karena salah satu faktor terbesar yang mungkin menarik minat wisatawan mengunjungi Pulau Lombok berupa Kebudayaan Suku Sasak sudah tidak bisa dijumpai lagi oleh wisatawan.
NILAI-NILAI BUDAYA SASAK SEJALAN DENGAN NILAI-NILAI AGAMA
Dalam kesempatan yang sama, dihadapan puluhan peserta forum diskusi yang terdiri dari Tokoh Masyarakat Dusun Adat Ende, Anggota Komunitas Kembangkomak dan Anggota Komunitas Mollusca Picture. Lalu Saladin menejelaskan bahwa jika dikaji lebih dalam, hal-hala yang terkait dengan keberadaan Budaya Sasak sebenarnya memiliki nilia-nilai yang sangat luhur dan memiliki hubungan yang erat kaitannya dengan nilai-nilai agama. Menurutnya antara hukum adat dan hukum agama berjalan beriringan.
Ia mencontohkan dengan realitas sosial, tata cara yang berlaku misalnya pada saat memberikan segelas teh kepada orang lain, maka masyarakat Suku Sasak sudah terbiasa, mengutamakan penggunaan tangan kanan, yang dinilaih lebih sopan. Dan sumpama masyarakat Suku Sasak menghendaki pekerjaan biasa bernilai pahala sunnah maka untuk aktivitas-aktivitas sepele pun masyarakat Suku Sasak telah terbiasa mengamalkan bacaan solawat terlebih dahulu.
Demikian halnya dengan bertutur sapa atau saling takzim dalam berkomunikasi, masyarakat Suku Sasak sangat menjunjung nilai-nilai atau norma yang erat kaitannya dengan nilai-nilai agama. Umpamanya ada seorang yang lebih tua dari yang lain, dan orang tersebut sudah menikah. Maka orang tersebut, dalam Bahasa Sasak di panggil “Kak Berak”. Frasa “Kak Berak” ini adalah frasa yang diserap dari Bahasa Arab yakni kata “Kabira” yang bermakna “besar”. Dengan maksud untuk memuliakan atau menghormati orang yang lebih tua dari yang lainnya.
“Orang yang lebih tua dari kita dan sudah menikah, kita memanggilnya dengan ‘Kak Berak’. ya ndak? Jangan diambil dari kata beraknya, tetapi dari Bahasa Arab kabirnya. ‘Kabiro’, berarti orang yang lebih tua dari pada kita”. Jelas, Lalu Saladin mencontohkan hubungan antara Bahasa Sasak dengan Bahasa Arab.
Terakhir, Lalu Saladin berpesan kepada generasi muda agar generasi muda tidak gengsi melesetraikan atau menghidupkan kebali produk-produk Budaya Sasak yang sarat dengan nilai-nilai falsafah kehidupan. Demi terciptanya khidupan masyarakat Suku Sasak yang berbudaya (Lamuh)
Dalam forum diskusi yang diselenggaakan di Dusun Adat Ende, Desa Sengkol. Lalu Saladin selaku pemangku adat setempat yang menjadi pembicara dalam diskusi, menekankan betapa pentingnya khazanah kebudyaan itu dipelihara dengan baik. Karena nilai-nilai kearifan budaya lokal, sebagai daya dukung utama kawasan wisata merupakan aset paling besar yang berpotensi menarik minat para wisatawan untuk berkunjung.
“Saya pernah mendapatkan sebuah pelatihan dari Kementrian Pariwisata, bahwa suksesnya pariwisata itu didukung oleh enam puluh persen budaya, tiga puluh lima persen alam, dan lima persen itu adalah buatan manusia”. Ungkap Lalu Saladin.
Selanjutnya, guna untuk menyikapi kontak budaya yang tidak terhindarkan dengan para wisatawan yang datang berkunjung. Lalu Saladin, menghimbau kepada forum, terutama generasi muda untuk tidak cepat terpengaruh dengan kebudayaan wisatawan yang memiliki pretensi destruktif bagi eksistensi Budaya Sasak. Seperti misalnya cara berpakain dan tingkah laku wisatawan yang sekiranya tidak sesuai dengan adat istiadat Suku Sasak.
Lalu Saladin, menjelaskan seumpama kebudayaan masyarakat Suku Sasak itu tercerabut dari akarnya, punah atau ketahanan budaya masyarakat Suku Sasak merapuh maka Dunia Pariwisata Lombok kemungkinan akan mengalami kemunduran. Karena salah satu faktor terbesar yang mungkin menarik minat wisatawan mengunjungi Pulau Lombok berupa Kebudayaan Suku Sasak sudah tidak bisa dijumpai lagi oleh wisatawan.
NILAI-NILAI BUDAYA SASAK SEJALAN DENGAN NILAI-NILAI AGAMA
Dalam kesempatan yang sama, dihadapan puluhan peserta forum diskusi yang terdiri dari Tokoh Masyarakat Dusun Adat Ende, Anggota Komunitas Kembangkomak dan Anggota Komunitas Mollusca Picture. Lalu Saladin menejelaskan bahwa jika dikaji lebih dalam, hal-hala yang terkait dengan keberadaan Budaya Sasak sebenarnya memiliki nilia-nilai yang sangat luhur dan memiliki hubungan yang erat kaitannya dengan nilai-nilai agama. Menurutnya antara hukum adat dan hukum agama berjalan beriringan.
Ia mencontohkan dengan realitas sosial, tata cara yang berlaku misalnya pada saat memberikan segelas teh kepada orang lain, maka masyarakat Suku Sasak sudah terbiasa, mengutamakan penggunaan tangan kanan, yang dinilaih lebih sopan. Dan sumpama masyarakat Suku Sasak menghendaki pekerjaan biasa bernilai pahala sunnah maka untuk aktivitas-aktivitas sepele pun masyarakat Suku Sasak telah terbiasa mengamalkan bacaan solawat terlebih dahulu.
Demikian halnya dengan bertutur sapa atau saling takzim dalam berkomunikasi, masyarakat Suku Sasak sangat menjunjung nilai-nilai atau norma yang erat kaitannya dengan nilai-nilai agama. Umpamanya ada seorang yang lebih tua dari yang lain, dan orang tersebut sudah menikah. Maka orang tersebut, dalam Bahasa Sasak di panggil “Kak Berak”. Frasa “Kak Berak” ini adalah frasa yang diserap dari Bahasa Arab yakni kata “Kabira” yang bermakna “besar”. Dengan maksud untuk memuliakan atau menghormati orang yang lebih tua dari yang lainnya.
“Orang yang lebih tua dari kita dan sudah menikah, kita memanggilnya dengan ‘Kak Berak’. ya ndak? Jangan diambil dari kata beraknya, tetapi dari Bahasa Arab kabirnya. ‘Kabiro’, berarti orang yang lebih tua dari pada kita”. Jelas, Lalu Saladin mencontohkan hubungan antara Bahasa Sasak dengan Bahasa Arab.
Terakhir, Lalu Saladin berpesan kepada generasi muda agar generasi muda tidak gengsi melesetraikan atau menghidupkan kebali produk-produk Budaya Sasak yang sarat dengan nilai-nilai falsafah kehidupan. Demi terciptanya khidupan masyarakat Suku Sasak yang berbudaya (Lamuh)
COMMENTS